CATATAN HARIAN TENAGA AHLI: LUMBUNG PANGAN YANG TERTIMBUN, Prof. Dr. Cahyono Agus

Ketika akan mendarat lagi Bandara Rendani Manokwari ini, sebenarnya aku masih agak mangu-mangu, awang-awangan……. eh bahasa Indonesianya apa ya… Komunikasi dan koordinasi dengan SKPD pelaksana program Tangguh Pangan dari Kemendes PDTT, di wilayah ini lewat telpon dan SMS selama ini agak sulit, bahkan cenderung g dijawab. Lagian, sebenarnya aku seharusnya masih di Universitas Cendrawasih untuk ‘ME time’, maksudnya bukan waktu menyantai enjoy tapi ‘Monitoring dan Evaluasi’, program Hibah Riset Dikti. Karena bisa dikebut n selesai kemarin, maka segera aq majukan jadwal penerbangan Garuda sehari. Sejak awal, aq memang mengsetting jadwal penerbangan untuk stop over di Manokwari, sehingga ketika ada waktu longgar bisa menginap semalam.

Sampai aq mendarat, tidak juga bisa berkoordinasi dengan baik ke Dinas Pertanian. Meski pernah 2 kali ke kantornya, namun aq tak tau alamat lengkapnya. Pendamping yang sedang di lokasi juga justru bertanya, apakah perlu ke kota.

“Kalau bisa sekalian ketemu dan koordinasi dg SKPD, akan lebih baik sih” jawabku

Para pendamping nampak masih berkesan ragu ke kota. Belakangan aq ketahui ternyata pagi itu ada acara penyuluhan di lokasi.

Akhirnya, aq naik taksi ke Kantor Dinas Pertanian setelah tahu nama jalannya. Aq bisa langsung ketemu dengan P Kukuh, Kepala Dinas, dan bu Iriana, Kepala Bidang SDM dan Ketahanan Pangan.

Setelah basa yangv dah basi, aq tanyakan perkembangan programnya. “Gimana pak Kukuh, katanya kemarin ada surat perintah kerja dari pusat yang belum ada ya.”

“Oh sudah beres kok. Lha ini kemarin ke Jakarta beresn” jawab p Kukuh sambil menunjuk bu Iriana

“Kira-kira bisa selesai sebelum deadline gak ya pak” tanyaku lagi

“ooo pasti selesai” jawabnya

“Tapi pekerjaan fisik banyak, sementara waktunya tinggal sebulan pak” kekawatiranku, aq sampaikan saja

“gak masalah. Karena yg ngerjakan ini banyak perusahaan shg bisa dbagi2” jelas p Kukuh

“maksudnya disub-kontrakkan or gimana pak. Apa malah g riskan” tanyaku lagi untuk menggali risk management nya apa telah dsiapkan antisipasinya.

“Ini konsorsium yg punya banyakrekanan juga shg pekerjaannya bisa bareng2” jawabnya

“Nanti pembayarannya gimana” tanyaku membloonkan diri

“Karena kontraktual, ya dibayar stelah pekerjaannya selesai” jawab p Kadin

“Wah, harus punya modal besar ya”

“Iya. Saat saya tanya, mereka punya fresh money 4 milyar. Jadi aman lah.” tegas P Kadis.

Ketika aq sampaikan aq harus lihat ke lapangan, bu Iriana baru menyampaikan ke Kadis, sambil mengatakan “saya gak bisa memutuskan karena tidak ada kendaraan n tenaga, semua terserap ke lapangan karena besok Sabtu, pak Dirjen mau panen raya dg mesin di SP 2”

Padahal Aq sdh menyampaikan dlm sms sblmnya, Meski g dibalas, mestinya isi SMS sdh mereka baca juga. Akhirnya p Kukuh segera memerintahkan untuk menggunakan mobil dinas double cabinnya dan memerintahkan personil dari bidang lain untuk mengantarkan.

Akhirnya, aq berangkat n nyampai ke rumah kepala BPP Masni sudah agak sore.

Dengan basi basa az, aq langsung tanyakan “lokasi embung n saluran irigasinya dimana ya pak?”

“eee eeeh…. Saya tidak tahu informasi terakhir seperti apa” jawabnya agak ragu. “ Saya dulu menyampaikan agar lokasinya dipindah yang lebih bermanfaat bagi petani, hanya dijawab nanti bisa dipindah lagi”

“koordinasi persiapan kegiatan di lapangan, gak sempat dilakukan kah pak” tanyaku

“Wah, boro-boro pak…. Itu uangnya sudah sampai mana juga tidak tahu” jelas p ka BPP

“Kalau uangnya mungkin dbayarkan pusat ketika pekerjaan kontraktor d selesai. Tapi kita perlu pastikan bahwa ke 4 menu yang dsetujui bs dikawal dengan baik dan menjadi daya ungkit besar serta  bermanfaat bagi daerah ini agar bangkit dr kawasan rawan pangan menjadi tangguh pangan” aq menjelaskan pelan2

“wah kalo di kontraktor, kita g bisa ngawal ngapa2. Kalo lewat pemberdayaan masyarakat kita bisa gerakkan masyarakat agar berperan aktif”

“Iya pak. Setidaknya bersama 2 pendamping yang diterjunkan ini sejak awal menyiapkan masyarakat agar ketika barang2 tersebut datang, bisa segera dimanfaatkan n tidak mangkrak”. “Tapi kok pendamping penerima manfaat langsung belum tahu akan dapat menu apa n sebanyak berapa ya” lanjutnya

“ Iya pak. Kita semua juga bingung krn gak tau yang dikawal apa”

“Kira2 kalo buat embung 3 dan saluran irigasi 600 meter, selesai bulan depan nggak ya pak” pancingku untuk mengetahui potensi keberhasilan di lapangan

“Wah ya berat juga. Apalagi d mulai hujan. Tapi kalo dikerjakan banyak pihak mungkin bs juga. Tapi tempatnya jg perlu disesuaikan” jawab p Ka BPP

“Kalo lapangan blom jadi, tapi SPJ harus sudah bilang100%, supaya dana cair n dianggap berhasil gimana ya pak” pancingku lagi

“Wah saya tidak tahu. Sebaiknya dselesaikan sesuai kebutuhan” bijaknya

“Kira-kira lokasi kegiatan terkena dampak banjir Sungai Wariori nggak ya pak” selidik ku

“Hmm mungkin bisa kena banjir juga”

“Habis donk pak” jawabku lagi

“Kalo banjir sebelumnya sudah menimbun lahan sawah yang sudah berproduksi masing2 seluas 30 hektar”

“Loh berarti sumber penyakit dan akar masalahnya justru banjirnya donk. Kalo banjir g diatasi, kegiatan menangguhkan pangan jadi sia2 ya” pancingku untuk mengukur pihak aparat memahami program yang dijalankan

Aq minta segera lihat lapangan saja mumpung masih agak sore. Pak Ka BPP n para Pendamping nampak ragu besar dari gestur tubuh dan ucapannya.

“Wah, bisa sampai magrib nanti pulangnya pak”

“Gak papa pak” jawabnya singkay dan tegas.

AKhirnya rombongan segera berangkat dg mobil double cabin dan double gardan krn mobil biasa menang tidak akan bisa menjangkau.

“Iya juga. Makanya harus ditangani banjirnya. Sebelum pembukaan hutan besar-besaran tahun 2009, disini tidak ada banjir n selalu jadi lokasi Program Ketahanan Pangan dari Propinsi” jawab pak Sat Ayal mnjawab pertanyaanku tadi “ Banjir juga baru 2 tahun terakhir ini, dan menghilangkan 60 hektar sawah produktif”

“ Apakah juga mengancam kampung dan masyarakat juga pak” tanyaku lagi

“Kalo makin besar ya bisa jadi merusak kampung sebelah. Ini komitmen pemerintah untuk menyelesaikan banjir, masih setengah2. Mungkin perlu tangan n design orang pusat. Kalo orang lokal az mngkn gak sanggup” jelasnya.

Bekas endapan banjir Februari 2014 dan 2015 yang meluluhlantakkan lahan sawit dan sawah seluas 60 hektar masih nyata dampak kerusakannya. Ketebalan pasir sekitar 50 cm. Dari pengamatan masyarakat setempat n akademik, reklamasi lahan pangan yang tertimbun endapan banjir bisa dilakukan dengan mengeruk endapan tadi dengan mesin exavator atau manual. Menurut petugas setempat, beaya membuat lahan pada lahan hutan sekitar 7 juta per hektar, sekitar tahun 2009 lalu. Kalo hanya keruk tahun ini mungkin sekitar 15 juta.

Produksi alami sebelumnya sekitar 4 ton per hektar, sehingga kawasan yang sering jadi ajang program ketahanan pangan ini sekarang justru menjadi rawan pangan, bahkan rawan bencana…

Dalam 2 kali banjir saja, telah 60 hektar hilang dan panenan 240 ton hilang sekali panen. Jadi kawasan ini rawan pangan karena tragedi bencana lingkungan akibat pembukaan lahan hutan besar2an. Kalo tidak segera dtanggulangi bisa semakin parah n sistemik.

Padahal ibukota akan digeser di kecamatan Masni ini, sehingga dampak fisik, ekonomi, sosial, politik mestinya akan aemakin besar. Bencana akibat ulah khalifah bumi yang sesat ini tidak bisa dihindari lagi. Harus diantisipasi dan diharmoniskan dengam alam yang sebenarnya penuh damai melayani manusia di bumi ini.

Saat diskusi dengan Kepala Dinas Pertanian, saya sudah minta kalu ada kajian teknis awal seberapa pentingnya penanganan sumber bencana banjir ini bagi kemaslahatan umat, lingkungan dan kehidupan yang bermartabat dan berkelanjutan. Katanya pihak PU sudah menyerah, cenderung hanya menangani setempat2 dan tidak tuntas, sehingga tidak mungkin diharap lagi. Ketika dikejar lagi, apakah ada pihak lain yang bisa membantu membuat kajian sehingga bisa kita masukkan dalam RIKP Tangguh Pangan. Tiba tiba beliau terhentak “Bisa… Nanti saya minta pihak konsultan yang menangani proyek ini untuk sekalian membuatnya”.

“Wah sipz kalo begitu. Semoga bisa sgr selesai”. Sebenarnya kalo kajian itu ada skitar bln september lalu, Pak Priyadi, Direktur Penanganan Pangan, sudah menyampaikan indikasinya untuk menyelesaikan sumber banjir ini. Katanya ada dana skitar 3 milyar lebih yang bisa dimanfaatkan. Namun sayang, tidak trmanfaatkan dengan baik” jawabku

Ketika aq sampaikan bahwa sempat diskusi juga dengan P Priyadi, Sekretaris Bappeda Propinsi Papua Barat, yang merasa pesimis banjir tidak akan dapat tertangani. Dan pihak perkebunan harus ikut bertanggung jawab, p Kadis masih yakin bisa ditanggulanggi. Justru Pak Priyadi dulu adalah Kepala Dinas Perkebunanan disini.

Di kanan kiri sungai Wariori yang datar, memang kawasan sepadan sungai dibabat habis. Beberapa tempat sudah dibangun bronjong2 kualitas proyek asal2an, namun banyak yg masih tanpa tebing, sehingga luapan banjir akan mudah meluas kemana2. Secara teknis sederhana, mestinya harus dibangun bronjong besar, kuat n mampu menahan luapan banjir. Sungai juga harus sering dikeruk secara sistematis, materialnyapun bisa dipakai sebagai bahan galian C utk bangunan. Sepadan sungai yang seimbang dengan lebar n kekuatan sungai. Endapan pasir bisa langsung ditanami tanaman hutan yang mempunyai kemampuan daya hidup survival, daya tahan banjir n ekosistem baru, seperti cemara udang, Pomengia pinnata dsb.

Ketika menyusuri sungai Wariori yang mengalir tenang tapi menghanyutkan di puncak musim kemarau ini, serta bekas2 terjangan banjir yang ada, nampaknya potensi bencana banjir besar akan datang lagi. Kebetulan tahun ini terjadi gejala El Nino, sehingga kemarau berkepanjangan. Namun biasanya selalu diikuti dengan gejala La Nina dengan xurah hujan yangg lebih lebat. Aq sangat kawatir kalo yang aq kawatirkan bener-bener terjadi, besok sekitar Februari 2016, saat mulai puncak hujan, akan terjadi lagi bencana banjir bandang di lumbung panganvyang sudah tertimbun ini. Semoga Gusti Allah mengampuni ulah para khalifah yang telah menentang dan merusak alam, sehingga yang terkena bencana justru seluruh penghuni di pelosok bumi ini.

Saya berharap ada Dewa Penolong yang hadir n menyelesaikan bencana turunan ini. Saya melihat P Direktur Supriyadi, mampu menjadi Dewa di pelosok ini, dengan meminta direktorat yang menangani rawan bencana untuk terjun langsung segera mrantasi sampai tuntas… tas…. Sehingga kawasan rawan bencana yang juga rawan pangan ini segera bisa naik kelas. Tanpa mengobati sumber bencana banjir, maka kawasan rawan bencana n rawan pangan ini dikawatirkan semakin meluas.

WASPADALAH….

WASPADALAH….

Menjadi Pembina  daerah 3T (Terluar, Terdepan. Tertinggal) dengan kebutuhan khusus memang membutuhkan intensitas pembelajaran langsung di lapangan. Dilakobi ae….

Ditulis diatas pesawat Garuda dalam perjalanan dari Manokwari ke Yogjakarta

Nyampe Makasar, 11 Nopember 2015

Cahyono Agus