Analisis: TRAGEDI LINGKUNGAN Oleh: Prof. Dr. Cahyono Agus

Tema peringatan Hari Lingkungan HIdup Sedunia 5 Juni 2015, membawa pesan impian kepada 7 milyar penghuni bumi untuk berhati-hati memanfaatkan sumber daya alam di bumi. Untuk ikut bertanggung jawab mewujudkan Jagad Biru Rahayu sebagai satu-satunya planet di jagad raya untuk tempat hidup bersama.
Eksploitasi hutan yang berlebihan di Indonesia telah menyebabkan gundulnya 60 juta hektar permadani hijau kita hanya dalam sekejap pada tahun 1970an. Hutan yang tersisa bukan karena kesadaran manusia untuk dipertahankan, namun lebih karena sulitnya menjamah wilayah hutan yang berada pada wilayah yang tak terjangkau dan ekstrim. Tragisnya, hilangnya fungsi hutan tersebut belum menghasilkan manfaat kesejahteraan bangsa. Justru menyisakan kerusakan lingkungan dan kesengsaraan masyarakat sekitarnya, bukan hanya di Indonesia saja, namun juga kerusakan lingkungan global di seluruh bumi.
Padahal, hutan alam perawan merupakan hasil suksesi puncak kehidupan alami sejak pembentukan planet bumi ini, yang sudah berumur milyaran tahun. Hutan tropika basah di Indonesia, mempunyai tingkat pertumbuhan tertinggi di dunia, 10 kali lipat dibanding pertumbuhan di daerah temparate. Pernah berfungsi baik sebagai lingkungan alami dan sumber kehidupan bagi seluruh makluk hidup di bumi ini. Karena merupakan paru-paru dunia, penyuplai oksigen bumi, instalasi air bersih raksasa bumi, sumber pangan, pakan, papan, pupuk, obat, gudang keanekaragaman hayati, penopang lingkungan global maupun penyeimbang iklim dunia.
Eksplotasi tambang terbuka terhadap batubara, minyak dan mineral bumi Indonesia yang booming tahun 1980an, justru meningkatkan ketergantungan minyak import, tanpa menyisakan sumber kehidupan yang berkualitas dan berkelanjutan. Eksploitasi tambang terbuka melalui pembongkaran material mineral dan minyak bumi yang tadinya tersimpan rapat dalam perut bumi, terekspose keluar menjadi zat beracun, mendekati sistem kehidupan manusia. Menyebabkan kerusakan permukaan bumi dan emisi gas berbahaya bagi atmosfer. Bahkan kedalaman lubang tambang bisa mencapai 2 km, dengan panjang sampai beberapa puluh kilometer, menjadikan kulit bumi menjadi bopeng dan mengenaskan sebagai tempat hidup.
Meskipun musim kemarau baru saja terjadi, dan musim panas belum mulai, namun gelombang panas telah melanda India pada akhir mei ini. Hanya dalam beberapa minggu, dengan suhu 47oC, telah menewaskan lebih dari 2.200 orang, karena mengalami dehidratasi dan heat stroke. Tingkat kematian pada lokasi dan waktu sempit ini jauh lebih tinggi dibanding penyebab kematian karena penyakit akut dan kronis tertentu.
Tahun 2014 lalu, telah terjadi El Nino, meski hanya berjangka 1-2 bulan saja, telah terjadi cuaca ekstrim yang mengakibatkan belahan bumi utara menjadi sangat dingin (-50oC) sedangkan belahan selatan sangat panas (+50oC). Padahal diperkirakan fluktuasi dan suhu bumi akan terus meningkat akibat emisi karbon oleh industri dan ulah manusia. Informasi tentang hadirnya gejala El Nino 2015 telah merebak di media Amerika Serikat, diperkirakan akan memberikan konsekuensi dan dampak yang lebih parah ke semua kawasan di bumi ini. Pakar cuaca, AR Moh Al-Khamdi memperkirakan suhu udara di sebagian besar wilayah Arab Saudi di sepanjang bulan Ramadhan ini bisa mencapai 65oC. Melampaui suhu terpanas sebelumnya, yaitu 56,7oc di Lembah Kematian, California USA tahun 1913. Kemarau panjang, bencana kekeringan, kurang air dan suhu panas juga diperkirakan akan dirasakan di kawasan Indonesia bagian tengah dan timur sampai akhir tahun.
Orientasi ekonomi semata, tanpa mengindahkan lingkungan hidup dan masyarakat telah terbukti menyengsarakan bumi seisinya dalam sekejap. Sangat mengawatirkan untuk masa depan yang semakin kompleks. Perlu kesadaran dan kontribusi nyata oleh semua pihak untuk kepentingan bersama. Tidak lagi mementingkan diri sendiri dan mendahulukan ego pribadi atau golongan.
Konsep filosofi HAMEMAYU HAYUNING BAWANA perlu diterapkan untuk menjadikan jagad biru rahayu, toto-titi-tentrem dan lestari. Dengan pemberdayaan sumber daya lahan (tanah, air, mineral), hayati (tumbuhan, binatang, manusia) dan lingkungan agar mempunyai nilai tambah ekonomi, lingkungan, sosial budaya, dan pengelolaan berkelanjutan. Sehingga terbangun lingkungan dan kehidupan yang lebih bermartabat dan berkelanjutan.

Informasi Penulis:
Prof. Dr. Cahyono Agus
– Guru Besar UGM Yogyakarta dan Ketua Green Network Indonesia (GNI), wilayah DIY-Jateng
– HP: 081 5688 8041
– Email: acahyono@ugm.ac.id
– Web: acahyono.staff.ugm.ac.id