Analisis: TRAGEDI PANGAN Oleh: Prof. Dr. Cahyono Agus

Heboh “beras plastik” telah mengundang keprihatinan berbagai pihak. Dari uji laboratorium PT Sucofindo, terbukti mengandung senyawa mirip spektrum PVC (poly vinyl chlorida). Selain itu, juga mengandung senyawa kimia benzyl butyl phtalate (BBT), bis 2-ethylhexyl phtalate (DEHP) dan diisononyl phtalate (DNIP). Senyawa-senyawa kimia ini biasa digunakan pada plastik, pipa, kabel dan lantai. Akan sulit dicerna dan cenderung terakumulasi dalam organ tubuh manusia, sehingga menjadi racun yang sangat berbahaya bagi kesehatan, baik spontan maupun jangka panjang.. Menyebabkan gangguan pencernaan, reproduksi, fungsi hati & ginjal, serta penyakit kanker dan berbahaya lain, bahkan bisa mematikan.
Hampir 80% makanan dan minuman jajanan anak sekolah ternyata tidak memenuhi persyaratan keamanan pangan. Karena menggunakan bahan tambahan pangan yang dilarang atau melebihi batas penggunaan: merupakan pangan yang tercemar bahan kimia atau mikroba; pangan yang sudah kadaluwarsa; pangan yang tidak memenuhi standar mutu dan komposisi serta makanan impor yang tidak sesuai persyaratan. Tempe, tahu, ubi, krupuk yang digoreng dengan minyak dan plastik juga banyak ditemukan di pasaran, agar lebih renyah dan tahan lama, sehingga menjadi sangat berbahaya bagi kesehatan.
Bahan tambahan yang tidak sesuai dengan standar keamanan pangan juga ditemukan dalam penggunaan: (1) Pewarna berbahaya (rhodamin B. methanyl yellow dan amaranth) yang ditemukan terutama pada produk sirop, limun, kerupuk, roti, agar/jeli, kue-kue basah, makanan jajanan (pisang goreng, tahu, ayam goreng dan cendol). (2) Pemanis buatan khusus untuk diet (siklamat dan sakarin) yang digunakan untuk makanan jajanan. Sebanyak 61,28% dari contoh makanan jajanan yang diperiksa menggunakan pemanis buatan; (3) Formalin untuk mengawetkan tahu dan mie basah; dan (4) Boraks untuk pembuatan kerupuk, bakso, empek-empek dan lontong.
Masih kurangnya tanggung jawab dan kesadaran produsen dan distributor terhadap keamanan pangan tampak dari penerapan Good Agricultural Practice (GAP) dan teknologi produksi berwawasan lingkungan yang belum sepenuhnya oleh produsen primer, penerapan Good Handling Practice (GHP) dan Good Manufacturing Pratice (GMP) serta Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) yang masih jauh dari standar oleh produsen/pengolah makanan berskala kecil dan rumah tangga. Padahal, keamanan mutu dan gizi pangan di Indonesia telah diatur dengan PP no 28/2004 yang mengharuskan adanya standar mutu pangan. Pengawasan manajemen mutu dan keamanan pangan Internasional juga diawasi ketat melalui FSSC ISO 22000, khususnya ditujukan pada sektor industri makanan.
Diversifikasi pangan pernah dilakukan Pemerintahan Orde Baru melalui Inpres No. 14/1974 dan No. 20/1979. Ketika rawan pangan nasional, mengembangkan beras TeKaD, yaitu beras yang terbuat dari keTela, Kacang, dan Djagung (ejaan lama). Food Technopark IPB berhasil mengembangkan Beras analog. Bentuknya mirip beras padi, terbuat dari campuran bahan baku lokal, seperti sagu, sorgum, umbi-umbian, jagung dan kacang-kacangan. Fleksibel Kandungan zat gizi dalam beras analog bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Beras analog bisa dinaikkan kadar protein, serat, ataupun antioksidannya dengan menyesuaikan bahan baku. Amerika Serikat mengkampanyekan pangan masa depan yang dikenal sebagai pangan 2,0 melalui Nano-bioteknologi modern. Diharapkan menjadi lompatan besar untuk memproduksi pangan secara efisien dan efektif di masa mendatang.
Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia sebagai energi kehidupan, berasal dari bahan organik, yang merupakan anasir makluk hidup juga. Makluk hidup akan mati kalau tidak makan sama sekali dalam beberapa hari saja, dan tidak bisa dihidupkan kembali. Ledakan penduduk masa kini dan masa depan membutuhkan loncatan besar untuk menyediakan kecukupan dan keamanan pangan yang mutlak dibutuhkan. Jumlah penduduk Indonesia tahun 1971 adalah 119,2 juta, sedang tahun 2010 sudah dua kali lipatnya menjadi 237,6 juta jiwa. Perkiraan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2035 adalah 305,6 juta jiwa. Kuantitas, kualitas dan kontinyuitas pangan sehat dari hulu ke hilir harus diupayakan oleh seluruh pemangku kepentingan, tanpa kecuali.