Analisis: TRAGEDI PARU-PARU DUNIA Oleh: Prof. Dr. Cahyono Agus

TRAGEDI PARU-PARU DUNIA
Oleh: Prof. Dr. Cahyono Agus

HUTAN TROPIKA BASAH DAN GAMBUT
Hutan Tropika Basah dan Gambut di Indonesia, terutama Borneo, merupakan hutan tropika basah tertua di dunia. Diperkirakan berumur 130 juta tahun, lebih tua 70 juta tahun dibanding hutan tropika di Amazon. Sejak terbentuknya, merupakan ekosistem basah yang selalu dalam kondisi lembab dan mengandung air yang sangat besar, sehingga secara alami tidak pernah terbakar. Dipercaya menjadi paru-paru dunia, karena menyerap karbon dan menyediakan oksigen serta mengatur siklus air kehidupan bagi seluruh makluk hidup di bumi ini.
Namun, sejak pertengahan 1960-an, manusia yang ditunjuk menjadi khalifah Indonesia ini telah mengeksplotasi sumber daya alam, terutama hutan dan tambang, secara besar-besaran. Hingga melampaui kapasitas alaminya, menjadikan lingkungan rusak poranda dalam waktu singkat. Hutan Indonesia yang seluas 120 juta hektar, sekarang tinggal separohnya. Bukan hanya mengakibatkan tragedi kemanusiaan semata, namun juga tragedi kehidupan seluruh makluk hidup penghuni bumi, baik manusia, flora maupun fauna. Dilaporkan oleh Panel Antar-Pemerintah untuk Perubahan Iklim, terjadi peningkatan pemanasan di Samudera Hindia dan seringnya terjadi gejala El Niño yang telah mengurangi curah hujan sekitar 1 persen per dekade di wilayah tersebut. Saat ini, suhu ekstrim panas-dingin dan bencana kekeringan-banjir serta bencana asap karena kebakaran hutan bergantian dalam waktu singkat, telah dan akan membawa bencana berurutan dan berkelanjutan.
Lahan gambut Indonesia seluas 20,6 juta hektar (sekitar 10,8% dari luas daratan). terbentuk antara 6.800-4.200 tahun yang lalu, berasal dari 95-99% bahan organik dan bekas vegetasi. Menyimpan 550 Gigaton karbon, atau setara dengan dua kali lipat jumlah karbon yang tersimpan di hutan di seluruh dunia, sehingga sangat penting dalam perubahan iklim global. Ekosistem lahan gambut juga sangat penting dalam sistem hidrologi kawasan hilir suatu DAS karena mampu menyerap air sampai 13 kali lipat dari bobotnya. Ketika hutan gambut ditebang, dibuka, didraenase, dikeringkan, maka timbunan sampah organik yang menggunung dan kering akan mudah dibakar. Selanjutnya ketika gambut kering sudah terbakar, maka akan sulit dipadamkan karena sifatnya yang bisa menyebar dan tetap menyala di lapisan bawah. Sedangkan sampah gambut yang telah kering akan sulit dibasahi kembali karena mengeluarkan asam-asam organik seperti minyak yang tidak mudah dibasahi air lagi.

PEMBUKAAN LAHAN
Pemaksaan ekosistem basah lahan gambut untuk tanaman HTI, kelapa sawit melalui pembuatan kanal air pada kubah gambut terbukti telah mengakibatkan bencana kekeringan, kebakaran, asap dan banjir setiap tahun. Upaya pencegahan pembukaan lahan dan kebakaran hutan tropika basah dan gambut perlu dilakukan secara terstruktur, bukan justru dipermudah. Lahan yang terlanjur terbuka harus dijaga kelembaban dengan pembuatan kanal menggarpu bersekat, yang bersifat buka-tutup mengalirkan air pasang-surut. Teknologi irigasi menggarpu dari suku Banjar ini telah terbukti nyata sebagai solusi teknologi tepat guna berbasis keunggulan lokal..
Pembukaan hutan gambut 1 juta hektar di Kalimantan, telah dilaporkan Wetland Internasional, menjadikan Indonesia yang tadinya sebagai emiter ke-21, naik drastis menjadi emiter ketiga di dunia. Pada El Nino 1997, terjadi degradasi lahan seluas 2,5 juta hektar, dan sebanyak 2,57 Giga ton karbon diemisikan dari lahan gambut Indonesia. El Nino yang kembali datang pada tahun 2015, telah mengakibatkan kebakaran hutan dan gambut seluas 1,7 juta hektar, yang dampaknya lebih parah. Kebakaran dan bencana asap akan hilang saat hujan tiba, namun El nino tahun ini telah memundurkan musim hujan. Wilayah tropika basah yang relatif mempunyai curah hujan yang nyaris terdistribusi sempurna sepanjang waktu selama setahun, maka menjadi mengalami musim kemarau yang cukup signifikan pada bulan Agustus-Oktober. Hujan awal akan mulai turun pada wilayah sebelah timur Indonesia terutama utara katulistiwa dan daerah pegunungan. Wilayah timur selatan Indonesia akan mengalami kekeringan yang lebih panjang dan curah hujan lebih sedikit. Hujan sesaat namun dengan intensitas tinggi disertai angin kencang diperkirakan justru akan membawa bencana selanjutnya berupa banjir, angin ribut, dan longsor yang makin merusak lingkungan dan sendi kehidupan..
Lokasi titik api ditemui di lahan yang illegal, legal atau wilayah abu-abu yang tidak jelas penguasaan lahannya, sehingga menjadi sengketa atau perebutan lahan secara terbuka atau tersembunyi. Pelaku pembakaran lahan hutan dan gambut bisa dilakukan oleh: perorangan, kelompok masyarakat, korporasi, ataupun pihak ketiga yang menggunakan masyarakat. Masyarakat adat setempat secara turun temurun sudah melakukan perladangan berpindah dengan melakukan pembakaran terkendali dalam luasan sempit untuk menjaga produktivtas lahan. Pihak korporasi membuka lahan konsensinya diharapkan dengan alat modern dengan biaya sekitar 10 juta/ha, namun tetap akan sangat murah dengan pembakaran lahan. Pihak perusahaan resmi dengan hak konsensi resmi harus memenuhi kewajiban yang telah diatur undang-undang. Para bebotoh, cukong yang lebih leluasa secara informal banyak yang membayar masyarakat untuk membuka lahan untuk kepentingannya, pekerja hanya sebagai pelaku lapangan yang dikoordinir. Para cukong yang terdiri atas pemodal swasta, penguasa, yang hanya mementingkan keperluan sendiri menjalankan ekonomi merah tanpa mempedulikan hukum, limgkungan dan sosial masyarakat, justru bisa berlindung di pusat kekuasaaan dan ekonomi.
Motif pembakaran lahan hutan dan gambut bisa secara sengaja atau tidak sengaja, karena alasan teknis, ekonomi, sosial, budaya maupun politik. Korupsi. Teknik pembukaan lahan melalui pembakaran lahan memang dipercaya merupakan cara pembukaan lahan yang murah, meriah dan praktis, serta sudah menjadi budaya lama bagi masyarakat sekitar hutan secara turun menurun. Namun hanya terbatas pada lahan sempit dan masih dapat dikendalikan. Pada lahan yang sangat luas, apalagi saat musim kemarau panjang akibat dampak El nino, maka pembakaran hutan menjadi suliat terkendali sehingga hamparan hutan dan gambut yang kering menjadi tumbukan kayu dan sampah kering yang mudah terbakar. Motif politik menjadi semakin berbahaya, karena bisa jadi menjatuhkan lawan politik atau perang dagang, melalui pembakaran di wilayah konsesi secara gerilya terbuka dengan memanfaatkan pelaku lapangan lokal yang tidak tahu pertarungan yang sebenarnya. Pelaku lapangan dan pemilik konsensi resmi menjadi tertuduh berdasarkan fakta fakta lapangan yang terdokumentasikan sebagai bukti hukum. Teori konspirasi tentang terjadinya kebakaran untuk saling menjegal dan menjatuhkan lawan nampaknya akan panjang dan rumit pembuktiannya, serta sangat rawan konflik yang membutuhkan ongkos sosial yang lebih besar.
Dampak kebakaran dapat di lihat dari aspek: kesuburan tanah, kesiapan lahan, asap, biodiversitas, kesehatan, dan iklim global. Pembakaran bahan organik menyubah secara langsung dari bentuk organik tak tersedia menjadi unsur hara tersedia yang meningkatkan kesuburan tanah sesaat untuk pertumbuhan tanaman pada jangka pendek. Lahan dapat dibuka secara mudah dalam waktu singkat. Pada jangka panjang mennyebabkan degradasi lahan yang serius, karena adanya erosi, leaching dan pengurasan hara. Pembakaran bahan organik yang tidak sempurna justru mengakibatkan terjadinya asap tebal, serta menyebabkan emisi karbon yang sangat besar. Kebakaran menyebabkan matinya seluruh makluk hidup yang terdampak langsung, baik flora maupun fauna, bahkan manusia, baik mikro, meso maupun makro yang sangat penting sebagai pelaku kehidupan di bumi ini. Yang tidak terdampak langsung akan tersiksa dengan adanya asap yang mengganggu lingkungan, kesehatan dan kehidupan lainnya. Emisi karbon yang berlebihan telah menjadikan percepatan pemanasan global yang memecahkan rekor terburuknya pada tahun ini. Orientasi dan nilai ekonomi semata (ekonomi merah) yang diperoleh dengan memaksa alam tidak akan pernah sebanding dengan kerugian besar nilai ekonomi, dan lingkungan dan sosial budaya yang ditimbulkannya.
Kerugian ekonomi, lingkungan, sosial budaya dan kehidupan karena kebakaran hebat hutan tropika basah di Indonesia sangat besar dan tidak terhitung. Untuk mengembalikan pada ekosistem semula maka akan sangat sulit, mahal serta lama. Orientasi dan nilai ekonomi semata (ekonomi merah) yang diperoleh dengan memaksa alam tidak akan pernah sebanding dengan kerugian besar nilai ekonomi, dan lingkungan dan sosial budaya yang ditimbulkannya.
Seluruh stake holder harus bertanggung jawab sesuai dengan porsi dan perannya masing-masing. Pemerintah sebagai pemangku utama yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan sumber daya alam yang merupakan kekayaan bangsa harus dikelola untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pemegang mandat harus mampu mengelola wilayah konsesinya secara bertanggung jawab sesuai dengan hak dan kewajibannya. Masyarakat yang menyebabkan kerusakan lingkungan dan merugikan kehodupan secara lamgsung maupun tidak langsung juga perlu mendapat pembinaan dan mempertanggungjawabkan secara elegan.
PENGELOLAAN BERKELANJUTAN
Perlu penerapan konsep Education for Sustainable Development (Pendidikan untuk Pembanguan Berkelanjutan) dapat diperoleh melalui pendidikan (formal, nonformal dan informal) untuk berperilaku luhur membangun jagad biru rahayu merupakan instrumen kuat yang efektif untuk melakukan komunikasi, memberikan informasi, penyadaran, pembelajaran dan untuk memobilisasi massa/komunitas, serta menggerakkan bangsa ke arah kehidupan masa depan yang berkelanjutan. Konsep ini menyisipkan wawasan dan konsep secara cerdas, luas, mendalam dan futuristik tentang lingkungan global dengan memberi kesadaran dan kemampuan kepada semua orang (utamanya generasi mendatang) untuk berkontribusi lebih baik bagi pengembangan berkelanjutan pada masa sekarang dan yang akan datang.
Kita perlu “Hijrah” ke titik NOL kembali. Mengupayakan keeratan hubungan manunggaling Kawulo, Gusti dan Alam, agar para khalifah di bumi ini mampu mengelola lingkungan dan kehidupan kita dengan lebih bermartabat dan berkelanjutan. Memberdayakan segenap anasir jagad bumi secara selaras, serasi dan seimbang. Siklus alam, kehidupan, budaya, jiwa, raga, energi, air, material dan uang perlu dikelola secara terpadu dan berkelanjutan, untuk mendapatkan nilai tambah ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya. Perlu revolusi total untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya alam melalui program berbasis kinerja, yang terpadu, menyeluruh, tidak egosentris, dan bermanfaat nyata.

Diterbitkan pada Harian Kedualatan Rakyat, 22 Oktober 2015