Opini HUT Jogja: JAGAD RAHAYU YOGYA ISTIMEWA Oleh: Prof. Dr. Cahyono Agus

JAGAD RAHAYU YOGYA ISTIMEWA
Oleh: Prof. Dr. Cahyono Agus

Keistimewaan Yogyakarta melalui UU no 13/ 2012, mendasarkan 3 pada nilai dasar: Sangkan paraning dumadi, Hamemayu Hayuning Bawono dan Manunggaling Kawulo Gusti. Jagat biru rahayu di Yogyakarta harus mampu mewujudkan kesejahteraan seluruh makhuk hidup, baik manusia, hewan dan tumbuhan. Sebagaimana bumi asri kita yang didukung oleh samudra biru seluas 72% dan langit biru lebih dari 95%.
Renaisans Yogyakarta yang dicetuskan Gubernur DIY, ditujukan guna terciptanya peradaban baru unggul yang menghasilkan manusia Indonesia yang utama (jalma kang utama), yang berasaskan rasa keTuhanan, rasa kemanusiaan, dan rasa keadilan; dengan mengandalkan modal dasar kebudayaan dan pendidikan. Budaya mestinya bukan sekedar kesenian saja, apalagi hanya bersifat pertunjukan diri sendiri semata, yang diatur sendiri, dibuat, dimainkan, ditonton, tepuk tangan dan dipuji atau dihujat sendiri. Begitu dana habis, maka berakhir pula programnya. Budaya harus mampu sebagai mainstream dan lokomotif pembangunan kesehatan, pendidikan, ekonomi, keterlindungan warga, pangan, pariwisata, teknologi, energi, tataruang & lingkungan yang menyejahterakan seluruh makluk hidup.
Keistimewaan Yogyakarta sebagaimana konsep Education for Sustainable Development (Pendidikan untuk Pembanguan Berkelanjutan) dapat diperoleh melalui pendidikan (formal, nonformal dan informal) untuk berperilaku luhur membangun jagad biru rahayu merupakan instrumen kuat yang efektif untuk melakukan komunikasi, memberikan informasi, penyadaran, pembelajaran dan untuk memobilisasi massa/komunitas, serta menggerakkan bangsa ke arah kehidupan masa depan yang berkelanjutan. Konsep ini menyisipkan wawasan dan konsep secara cerdas, luas, mendalam dan futuristik tentang lingkungan global dengan memberi kesadaran dan kemampuan kepada semua orang (utamanya generasi mendatang) untuk berkontribusi lebih baik bagi pengembangan berkelanjutan pada masa sekarang dan yang akan datang.
Menurut ajaran Ki Ageng Suryomentaram, terdapat tingkatan Hamemayu Hayuning Sariro (tingkat pribadi), Bangsa (nasional), Manungsa (mondial), Bawono (universal). Konsep Hamemayu Hayuning Bawono sendiri terdiri atas Hamemayu Hayuning Wono (hutan dan tumbuhan), Sato (hewan), Tirto (air), Bantolo (bumi), Hawa (atmosper), Samodro (pesisir dan laut), Manungso (manusia), Budoyo (kebudayaan), dan Projo (negara). Pemberdayaan sumber daya lahan (tanah, air, mineral, udara, dsb), sumber daya hayati (binatang, tumbuhan, manusia, dan makluk hidup lain), serta sumber daya lingkungan (interaksi antar makluk), harus sinergis dan optimal. Diperlukan kerja-keras, kerja-cerdas, kerja-ikhlas, kerja-sama dan kerja-tuntas dalam jaringan ABCG (Academic, Business, Community, Goverment) yang harmonis dan sinergis. Tentu saja, komunikasi, koordinasi, konsolidasi dan komitmen penuh yang serba Tepat (tepat orang, waktu, cara, tempat, sasaran, bentuk), perlu terus diupayakan.
Paradigma baru keistimewaan Yogyakarta mengembalikan ke titik NOL, pada keeratan hubungan antara Gusti, manusia, dan alam. Memberdayakan segenap anasir jagad bumi secara selaras, serasi dan seimbang. Siklus alam, kehidupan, budaya, jiwa, raga, energi, air, material dan uang perlu dikelola secara terpadu dan berkelanjutan, untuk mendapatkan nilai tambah ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya. Terobosan, sinergi dan inovasi besar peradaban baru yang merupakan hasil penggalian ulang, menemu kenali dan perwujudan kembali budaya yang sempat terabaikan karena modernisasi. Pemberdayaan teknologi informasi (IT) untuk menjadikan Yogyakarta menuju Cyber City merupakan loncatan revolusi kehidupan dan lingkungan bermartabat yang makin berkualitas.
Perlu revolusi total untuk mewujudkan keistimewaan Yogyakarta melalui program berbasis kinerja, yang terpadu, menyeluruh, tidak egosentris, dan bermanfaat nyata. Disamping kesiapan konsep besar, perbaikan mind set, penyamaan persepsi, orientasi program, bukan orientasi proyek, pemberdayaan seluruh sumber daya, asas kebutuhan & manfaat, dari hulu hingga hilir, indikator kinerja, monev, tindak lanjut dan keberlanjutan program. Indikator kunci utama keberhasilan bukanlah penyelesaian pertanggungjawaban administrasi, keuangan, SPJ dan kesesuaian dengan SOP belaka.
Budaya istimewa berupa keselarasan hidup, sikap/perilaku luhur diharapkan mampu membentuk karakter: jati diri, harga diri, percaya diri, mandiri. Agar mempunyai daya tahan, daya tangkal, daya kembang, dengan ciri 9W (Wareg, Waras, Wusono, Wismo, Wasis, Waskito, Wibowo, Waluyo, Wicaksono). Revitalisasi Keistimewaan Ngayogyakarta mestinya dapat menjadi inisial Jagad Biru Rahayu dengan lingkungan dan kehidupan yang lebih bermartabat dan berkelanjutan.

Informasi Penulis:
Prof. Dr. Cahyono Agus
– Guru Besar UGM Yogyakarta dan Pengamat Jaringan Masyarakat Budaya Nusantara
– HP: 081 5688 8041
– Email: acahyono@ugm.ac.id
– Web: acahyono.staff.ugm.ac.id