Kopi penghasil devisa terbesar keempat di Indonesia setelah minyak sawit, karet dan kakao. Ekspor kopi olahan hanyalah bagian kecil dari total ekspor kopi Indonesia, peluang bisnis kopi Indonesia masih besar. International Coffee Organization mencatat bahwa Indonesia adalah produsen dan eksportir kopi ke empat di dunia, setelah Brasil, Vietnam dan Kolumbia, dengan produksi total 9,350,000 dan eksport 5,977,000. Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI) memperkirakan produksi tahun 2016 meningkat drastic mencapai 650.000 ton, sedang yang dieksport sebanyak 400.000 ton sehingga menghasilkan devisa 1.36 milyar USD
Kopi Indonesia mulai berkembang sejak jaman penjajahan Belanda pada abad ke-17 dan sekarang berkembang pesat di Jawa, Sumatra dan Sulawesi. Pada saat ini, perkebunan kopi Indonesia mencakup total wilayah kira-kira 1,24 juta hektar, 933 hektar perkebunan robusta dan 307 hektar perkebunan arabika. Lebih dari 90% dari total perkebunan dibudidayakan oleh para petani skala kecil, sehingga upaya peningkatan bisnis kopi juga akan memperbaiki nasib jutaan petani Indonesia.
Para pengusaha dunia yang bergabung dalam Specialty Coffee Association Europe (SCAE) kita undang untuk melakukan kunjungan bisnis ke kedai kopi Merapi (Cangkringan, Sleman) pada hari Sabtu 29 Juli 2016. Sebagai pimpinan dari kegiatan ini adalah Prof. Dr. Catur Sugiyanto, Atase Pertanian KBRI Brussel. Kegiatan ini dalam koordinasi dengan Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan-Kementan, SCAE dan Asosiasi Kopi Spesialti Indonesia (AKSI), serta insan kopi di Jogjakarta. Selain kunjungan ke Kopi Merapi, SCAE telah berkunjungan ke kopi Sindoro Sumbing di Tamanggung dan kopi Java Preanger di Jawa Barat. KBRI Brussel senantiasa berkomitmen mendorong ekspor untuk peningkatan kesejahteraan rakyat.
Kopi Merapi memiliki rasa dan aroma khas, meskipun masih dikelola secara tradisional, sejak jaman Belanda. Luas areal kebun sekitar 850 hektar, namun akibat erupsi Merapi tahun 2010, lahan kopi hancur sehingga tinggal sekitar 50 hektar. Sekarang ini, Koperasi Usaha Bersama Kebun Makmur yang dipimpin oleh pak Sumijo mengelola sekitar 250 hektar, penanaman setelah 2013, dengan produktivitas masih dibawah 500 kg per hektar per tahun, diharapkan dengan sinergisme ABCG (Academic, Community, Company, Government) bisa naik menjadi 800-900 kg/ha/tahun dan menyejahterakan petani Indonesia.
Colin Smith pimpinan SCAE menjelaskan bahwa SCAE telah mengedukasi konsumen tentang tradisi dan cara menikmati cita rasa kopi Indonesia yang enak dan ngangeni sehingga konsumen mereka menjadi loyal. Dengan kunjungan ini diharapkan konsumen kopi dunia semakin memberikan apresiasi lebih kepada petani Indonesia. Nantinya, mereka tidak segan-segan mencicipi kopi Merapi yang disajikan sebagai kopi tubruk dan blusukan ke kebun kopi Robusta yang sedang dipetik seorang ibu.
Dalam perkopian internasional, trend peminum kopi sekarang menuntut pengetahuan yang mendalam mengenai proses produksi dan kondisi sosial ekonomi petani dari kopi yang mereka minum. Budaya coffee break dalam rapat-rapat resmi dan kenikmatan hidup saat ngopi Menjadi life style dunia yang juga merebak ke Indonesia. Diharapkan, dengan pengetahuan yang mendalam mengenai kopi Merapi, minat untuk mengkonsumsi dan memasarkan kopi Merapi menjadi semakin meningkat.
Kedatangan anggota SCAE ini merupakan kelanjutan dari partisipasi pemerintah dan insan kopi dalam promosi kopi internasional (World of Coffee) di Gothenburg Swedia Juni 2015, Dublin Irlandia Juni 2016, serta promosi lain. Anggota SCAE juga pernah berkunjung ke Aceh bulan Nopember 2015. Menurut Prof. Dr. Catur, kunjungan bisnis SCAE juga akan dilakukan di Jawa Timur dan Bali tahun depan, untuk mengenal lebih jauh kopi Ijen Raung (Bondowoso) dan Bali Kintamani.
Prof. Dr. Cahyono Agus
– Guru Besar UGM Yogyakarta
– HP: 081 5688 8041
– Email: acahyono@ugm.ac.id
– Web: acahyono.staff.ugm.ac.id