HUTAN KITA Oleh: Prof. Dr. Cahyono Agus

HUTAN KITA

Oleh: Prof. Dr. Cahyono Agus

 

Presiden Jokowi yang seorang rimbawan mengeluhkan banyaknya hutan di Indonesia yang rusak dan terbengkelai, saat menghadiri acara Temu Kangen Rimbawan Bulaksumur di Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta. Padahal hutan alam tropika tumbuh secara alami tanpa ada yang menanam. Anggaran negara untuk KLHK tiap tahunnya juga mencapai triliunan, sehingga terkesan mubazir terhamburkan tanpa hasil. Jokowi pun membandingkan dengan Norwegia yang mampu mendapat pendapatan per kapita yang besar dari kontribusi hutan, meskipun mempunyai sumber daya alam lain yang melimpah. Presiden juga mencontohkan bahwa hutan Wanagama di Gunung Kidul dulunya merupakan lahan tandus, namun mampu diubah menjadi hutan konservasi dan edukasi yang baik.

Hutan tropika Indonesia dikenal sebagai paru-paru dunia karena luasan dan perannya yang sangat besar dalam menyangga lingkungan dan kehidupan di seluruh bumi. Kerusakan hutan Indonesia telah mengakibatkan bencana bukan hanya di tingkat lokal namun juga seluruh bumi ini. Namun, perbaikan hutannya yang rusak juga akan lebih cepat ikut berperan memulihkan dampak kerusakan bumi secara lebih murah dan cepat.

Hutan bukan hanya sebagai sumber kayu, namun mempunyai peran strategis penting dalam lingkungan dan kehidupan kita. Penebangan hutan yang berlebihan di tropika dan pembangunan industri maju yang bertumpu pada energi fosil ternyata mempercepat bencana hidro-meteorologi, bencana banjir, kekeringan, longsor, pemanasan. Juga kenaikan muka air laut, peningkatan konsentrasi CO2 di udara, sehingga potensi bencana lingkungan dan kemanusiaan di bumi telah menjadi kenyataan yang menyakitkan.

Laju pertumbuhan tanaman di tropika sebenarny 10x lipat dibanding di wilayah temperate karena didukung oleh temperatur, curah hujan, kelembaban, intensitas cahaya yang optimal sepanjang tahun. Namun demikian, nilai ekonomi masih sangat kecil, hanya separuhnya karena kurang dikelola dengan baik. Tingginya anggaran di KLHK dan potensi alami tropika ternyata belum menjadikan paru paru dunia yang terletak di Indonesia bisa terjaga. Apalagi berperan optimal bagi lingkungan dan kehidupan yang bermartabat dan berkelanjutan di bumi ini.

Quarts Media USA menyampaikan bahwa bencana badai, gempa bumi dan kebakaran hutan yang melanda dunia pada 2017, mengakibatkan kerugian ekonomi $306 miliar. Hampir dua kali lipat dibanding 2016 yang sebesar $188 miliar, dan juga jauh lebih tinggi dari rata-rata 10 tahun terakhir yang sebesar $190 miliar. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memprediksikan potensi 2.000 kejadian bencana hidrometeorologi yang akan mengancam Indonesia di 2018 nanti. Bencana banjir, longsor dan puting beliung meningkat drastis terutama pada bulan Pebruari dan Maret 2018. Diperkirakan beberapa daerah seperti Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat merupakan wilayah yang paling rentan terjadi bencana lingkungan yang mematikan. Karena banyaknya pemukiman padat di lingkungan yang rawan bencana.

Intensitas badai tropis yang makin meningkat pada saat kondisi lingkungan justru makin rusak, mengakibatkan Indonesia semakin rentan terjadi bencana lingkungan yang mematikan. Secara mengejutkan, 2 badai besar terjadi berurutan dipenghujung tahun ini, yaitu badai Cempaka dan Dahlia. Sebelumnya pernah terjadi badai Anggrek pada tahun 2010 dan badai Bakung tahun 2014. Intensitas hujan yang tinggi yang turun dalam waktu singkat, sehingga curah hujan setara 2 bulan bisa dicurahkan dalam satu jam saja, mengakibatkan bencana mematikan dalam waktu singkat.

Kerusakan lingkungan di bumi kita harus sudah segera ditangani secara serius secara menyeluruh oleh seluruh penghuni planet bumi. Kita adalah bagian dari alam, sehingga kita harus hidup harmoni sesuai kodrat alam. Saat ini, eksploitasi bumi telah 1,7x melebihi kapasitasnya, sehingga meningktkan potensi bencana lingkungan dan kemanusiaan. Keberadaan hutan sebagai pengatur air, udara, temperatur dan lingkungan lainnya, baru disadari ketika keberadaan dan peran hutan tersebut telah pudar dan manusia merasakan akibatnya. Apalagi hutan juga mampu sebagai penyangga kehidupan menjadi sumber pangan, pakan, papan,  pupuk, energi, obat, wisata, religi dsb. Upaya perbaikan kualitas lingkungan hidup perlu ditumbuhkan bersama dan dikontribusikan secara nyata dalam setiap kehidupan kita sehari-hari.

 

Informasi Penulis:

Prof. Dr. Cahyono Agus

–  Dosen UGM Yogyakarta

–  HP: 081 5688 8041

–  Email: acahyono@ugm.ac.id

http://acahyono.staff.ugm.ac.id

 

 

 

 

Artikel ini telah diterbitkan pada:

Agus, C. 2017. Hutan Kita. Analisis Harian Kedaulatan Rakyat Hari Selasa, 26 Desember 2017. Halaman 1.