KRISIS AIR KEHIDUPAN Oleh: Prof. Dr. Cahyono Agus

KRISIS AIR KEHIDUPAN

Oleh: Prof. Dr. Cahyono Agus

 

Hari Air Sedunia yang diperingati setiap 22 Maret, pada 2018 ini bertemakan “Solusi Air Berbasis Alam”. Air merupakan salah satu sumber daya alam terpenting bagi keberlangsungan hidup seluruh makhluk hidup di lingkungan bumi. Kita akan mati dan tidak bisa dihidupkan kembali kalau dalam 3 hari saja tidak mendapatkan air kehidupan. Lebih dari 50% tubuh manusia merupakan komponen air, bahkan tubuh bayi mengandung air sebesar 95%. Kualitas air kehidupan yang masuk ke dalam tubuh menentukan kesehatan dan kehidupan kita.

Menurut United Nations Environment Program (UNEP), air di bumi berkisar 1,4 triliun kilometer kubik. Namun hanya 0,1% yang benar-benar dapat dimanfaatkan sebagai air kehidupan melalui siklus air hujan. Sebagian besar berada di lautan dalam dan kutub yang dingin. Setiap tahun, sekitar setengah miliar km3 air laut menguap ke udara sehingga terciptalah hujan yang memungkinkan semua kehidupan di darat bertahan.

Dibandingkan dengan jumlah total air yang terlibat dalam siklus air, proporsi air yang dikandung oleh makhluk hidup sangat kecil. Air dalam tubuh keseluruhan populasi manusia di dunia hanya sekitar 200 juta m3 yang kira-kira sama dengan debit air yang mengaliri Amazon selama 20 menit.

Matahari akan tepat berada di atas katulistiwa pada tanggal 21 Maret ini sehingga menjadi awal terjadi pergantian musim. Pada masa pancaroba ini akan banyak timbul angin turbulen dan badai siklon tropis yang berpotensi mempunyai daya rusak terhadap lingkungan, kesehatan dan kehidupan kita. Prakiraan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan bahwa wilayah Indonesia akan memasuki awal musim kemarau pada akhir April-Juni 2018. Diawali dari daerah Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan Bali. Puncak musim kemarau diprediksi terjadi bulan Agustus-September. Tahun ini tidak akan separah tahun 2015 karena masih dipengaruhi La Nina lemah.

Siklus air yang sudah tidak normal lagi dan sangat fluktuatif mengakibatkan ketersediaan air menjadi tidak sesuai kebutuhan lingkungan dan kehidupan yang bermartabat. Menjadikan selalu ada bencana hidrometerologi di  tempat kita. Pada masa penghujan terjadi bencana banjir, longsor, badai, sedangkan pada musim kemarau terjadi bencana kekeringan dan kemanusiaaan yang akan selalu berulang.

Cape Town, sebuah kota di Afrika Selatan pantai barat, yang berpenduduk sekitar 3,7 juta, mengalami kesulitan air selama beberapa tahun belakangan ini. Kota ini sebetulnya mempunyai sistem waduk yang cukup memadai, namun dari tahun 2014 sampai 2018 terus menerus menurun airnya. Pemerintah Kota Cape Town memprediksi pada 12 April 2018, sistem persediaan air domestik akan dihentikan, karena air tidak cukup. Penduduk kota harus mengambil air dari lokasi-lokasi yang telah ditentukan. Menurut BBC, Jakarta merupakan 5 kota berikutnya yang berpotensi mengalami krisis air kehidupan.

Solusi penyediaan air bersih dengan pengadaan air kemasan dan pengeboran air sumur dalam, justru menjadikan air kehidupan lebih mahal dan eksklusif serta menimbulkan bencana baru. Produksi dan pengangkutan botol plastik air kemasan, yang sangat boros energi, menghasilkan sampah plastik yang tak terdekomposisi dalam ribuan tahun, gas bakar racun polusi udara, dan pegunungan sampah hasil down-cycle & pembenaman. Investigasi terhadap berbagai merk minuman kemasan mengungkap bahwa air di dalam botol 11 merk minuman kemasan taraf dunia dan lokal yang diuji.mengandung partikel plastik. Iklan indah tentang sumber mata air ramah lingkungan yang berasal dari pegunungan yang hijau dan alam yang asri ternyata hanya menghasilkan gunung sampah.

Kita harus selalu Hamemayu Hayuning Bawana, dengan berkontribusi nyata dalam merawat lingkungan sesuai kodrat alam semesta. Melalui penanaman pohon kehidupan, pemanenan hujan, sumur resapan, kolam, embung, naturalisasi sungai, pengelolaan sampah, pengolahan air limbah. Agar instalasi raksasa air kehidupan bumi dapat berfungsi kembali mewujudkan lingkungan dan kehidupan yang lebih bermartabat dan berkelanjutan.

 

 

Informasi Penulis:

Prof. Dr. Cahyono Agus

–  Guru Besar UGM Jogjakarta

– Ketua Green Network Indonesia wil DIY-Jateng

–  HP: 081 5688 8041

–  Email: cahyonoagus@gadjahmada.edu

– web: acahyono.staff.ugm.ac.id

 

 

 

 

 

 

Artikel ini telah diterbitkan pada:

Agus, C. 2018. Krisis Air Kehidupan. Analisis Harian Kedaulatan Rakyat Hari Kamis, 22 Maret 2018. Halaman 1.