ORASI BUDAYA KEBANGSAAN PANCASILA Oleh: Ki Prof. Dr. Cahyono Agus

ORASI BUDAYA KEBANGSAAN

MEMPERTEGUH JIWA PANCASILA

Oleh: Ki Prof. Dr. Cahyono Agus

Ketum PP PKBTS (Pengurus Pusat Persatuan Keluarga Besar Tamansiswa)

Ketua GNI-Berbangsa Wil DIY-Jateng

Anggota Dewan Pendidikan DIY

Guru Besar UGM Yogyakarta

Disampaikan pada

MALAM TIRAKATAN PANCASILA

Kamis, 31 Mei 2018 pukul 20.30-selesai

Di Plaza Tugu Pal Putih Yogyakarta

 

Malam ini kita berkumpul di pelataran Tugu Jogja untuk melakukan Tirakat Lahirnya Pancasila. Dimaksudkan untuk membangun kembali semangat kebangsaan serta memperteguh Pancasila sebagai ideologi dasar negara dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.

Meskipun terjadi perubahan kandungan dan urutan lima sila Pancasila yang berlangsung dalam beberapa tahap masa perumusan Pancasila pada tahun 1945, tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila. Sungguh sangat luar biasa ide para Pendiri Bangsa yang telah merumuskan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945, secara cerdas, utuh, menyeluruh, terpadu, luas, mendalam dan futuristik.

Pancasila seharusnya menjadi landasan dasar setiap kebijakan dan peraturan pada semua jenjang. Tetapi kini, kondisi politik yang kurang harmonis telah mengabaikan rasa kebersamaan, semangat gotong-royong, penghormatan pada keberagaman, karena para elite dan masyarkat kita terbelah dalam dua kubu yang sulit diakurkan.

Sila pertama, mendorong nilai-nilai religius membentuk karakter budi pekerti luhur anak bangsa, bukan sebagai kedok untuk menganggap suci diri sendiri. Sila kedua, menjunjung tinggi nilai universal kemanusiaan secara adil dan beradab, bukan kesenjangan. Sila ketiga, menyatukan kebersamaan dalam keberagaman hayati, budaya, ras, suku, wilayah dan alam terbesar, bukan merasa paling hebat. Sila keempat, mendorong demokrasi yang beradab dan bijaksana, bukan mau menang sendiri. Dan sila kelima kesejahteraan sosial yang adil bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan eksploitasi berlebihan.

Pengejewahan Pancasila yang dilengkapi dengan nilai luhur Panca-Darma Tamansiswa, diharapkan mampu memperkuat pondasi dan bangunan kejayaan bangsa Indonesia. Dasar Kodrat alam, bahwasanya hakikat manusia merupakan bagian tak terpisahkan dan harus harmoni dengan alam semesta ciptaan Illahi lainnya. Dasar Kemerdekaan, adalah hak karunia Illahi untuk untuk mengatur diri sendiri secara beradab dan bertanggung jawab. Dasar Kebudayaan, adalah membangun peradaban dan kebudayaan nasional sesuai jamannya. Dasar Kebangsaan, agar kita selalu mencintai dan memegang teguh ikatan kenegaraan dan kebangsaannya. Dasar Kemanusiaan, sebagai darma bakti insan manusia karena keluhuran akal budinya yang menimbulkan rasa dan cinta kasih terhadap sesama manusia dan seluruh alam semesta.

Saat ini, kita rasakan adanya pengingkaran terselubung dan kesenjangan nilai-nilai Pancasila demi nafsu politik kotor kekuasaan sesaat. Meski mengakui Pancasila, namun ada kelompok masyarakat yang dipandu oleh nilai-nilai materialisme, konsumerisme, egoisme, hedonisme, primordialisme, dogmatisme, atau radikalisme, mencari pembenaran diri dengan menjauhi kebenaran hakiki. Nilai-nilai inilah yang akan merusak sistem kenegaraan kita yang dengan susah-payah kita bangun bersama.

Bung Karno berpesan: “Perdjoangankoe lebih moedah karena mengoesir penjajah, perjoanganmoe akan lebih soelit karena melawan bangsamoe sendiri”. Perjuangan kita jaman Now bisa lebih berat karena melawan saudara sendiri, dibanding para Pendiri Bangsa jaman dahulu yang bahkan sampai mengorbankan jiwa raga.

Pada era distructive innovation ini, generasi Zaman Now disuguhi perubahan yang melemahkan bahkan mematikan peradaban sebelumnya. Perkembangan teknologi 4,0 telah memberikan keleluasaan mengadopsi  budaya baru yang lebih sesuai dengan gejolak jiwa anak muda. Revitalisasi perjuangan generasi milenial yang menjadi tulang punggung untuk mewujudkan Indonesia Emas harus tetap diupayakan berakar kuat pada jiwa Pancasila.

Internalisasi, penghayatan dan pengamalan Pancasila secara utuh, terpadu dan konsekuen namun dinamis sangat diperlukan dalam mewujudkan kesejahteraaan yang adil, beradab dan bermartabat sesuai perkembangan jaman. Gejala perselingkuhan Pancasila melalui politik kekuasaan yang mengabaikan nilai-nilai luhur peradaban, etika, kodrat alam semesta, kebudayaan, kebangsaan maupun kemanusiaan dengan berkedok nilai luhur sosial maupun agama telah mengakibatkan keruntuhan pondasi bangsa Indonesia. Ditengah suburnya tebaran virus dan infeksi bangsa itu, kita harus terpanggil untuk kembali meneguhkan jiwa korsa Pancasila.

Selanjutnya, ini kesempatan pertama kali saya untuk membaca Puisi. Untuk itu, secara khusus saya meminta puisi bertemakan Pancasila kepada Gus Nas untuk saya bacakan.

 

ZIARAH PANCASILA

Karya: Gus Nas

 

Seusai subuh yang gaduh

Pada musim kemarau kemerdekaan yang riuh

Bung Karno turun dari Semeru

Puncak gunung yang penuh sembilu

 

Setelah berguru pada para empu

Seusai belajar pada para pujangga

Negeri yang sedang hamil tua ini

Sudah seharusnya memiliki pusaka

 

Siang-malam ia berbincang dengan bintang-gemintang

Juga meraung dan menerjang bagai binatang jalang

Zamrud dan permata Katulistiwa harus merdeka

 

Bung Karno tak hanya meruwat cinta pada bangsanya

Ia pun merawat Ibu Pertiwi ini dengan otot-kawat dan balung-wesi dengan rangkaian Sila penuh pesona

 

Setelah memetik taring dari ketajaman kata Tjokroaminoto

Rumah tua di Gang Leteh itu menjadi saksinya

Seusai bersalam taklim dengan Agus Salim

Dan terus bersilat kata dengan Sjahrir dan Hatta

Bung Karno makin mendidih darahnya

 

Di Ende

Dalam pengasingan yang jauh dari bising

Bung Karno menyaksikan daun jatuh

Dari pohon sukun bercabang lima

Cahaya dan pesona bertabur di cakrawala

Pancasila memancar dan mendidih di relung jiwa

 

Malam bertabur jelaga

Siang beriak bercipratan air tuba

Laras sepatu Belanda terus menginjak bumi persada

 

Bung Karno terus menggali sumur leluhur

Dan menyalakan api revolusi dalam dadanya

 

Di bumi indah bernama Paris van Java

Dalam keteduhan kasih Inggit Ganarsih

Pusaka bagi bangsa itu makin tajam diasahnya

Bung Karno makin matang merangkai makna

 

Di hadapan putra-putri bangsa

Dalam sidang Dokuritsu Junbi Cosakai yang gegap-gempita

Pancasila itu akhirnya meledak indah penuh pesona

 

Di negeri yang dirahmati Tuhan yang Maha Esa ini

Ketuhanan adalah tonggak termulia untuk berbangsa

Walau suku tak sama

Walau berbeda agama

Walau warna kulit telah ditakdir berbeda

Tapi dalam perlindungan dan naungan cinta Tuhan Yang Esa

Negeri ini akan rukun dan damai selamanya

 

Kemanusiaan adalah puncak segala martabat

Kemanusiaan yang adil menjadi pilar perkasa

Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah tonggak kedua yang akan memperkokoh bangunan bangsa

 

Merawat kemanusian yang berkeadilan

Bertindak adil demi kemanusiaan

Adalah puncak segala peradaban

 

Persatuan Indonesia adalah mukjizat dari langit

Yang wajib terus dipelihara bersama

Dengan berpegang erat pada rantai emas persatuan

Keindonesiaan akan menjelma taman surga

Papua dan Nangro Aceh adalah saudara

Miyangas dan Sangihe adalah satu juga

 

Warna-warni pelangi

Menjadi selendang bianglala

Bersatu walau berbeda suku

Bersama walau berbeda agama

Merayakan cinta bagi Ibu Pertiwi

Merajut kasih bagi Indonesia

 

Demi persatuan Indonesia

Tak ada tebang-pilih

Tak ada pilih-kasih

Berdiri sama tinggi

Tak ada yang merendahkan harkat sesama

Daulat bangsa dijunjung bersama

 

Kerakyatan menjadi nafas bersama

Kerakyatan yang dipimpinan oleh hikmah kebijaksanaan adalah denyut nadi demokrasi

Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan menjadi pijakan bersama

Tanpa tipu muslihat

Tanpa intrik politik

Tanpa rekayasa atas nama agama

 

Dan di atas semua itu

Keadilan Sosial menjadi tujuan bersama

Bagi seluruh rakyat Indonesia

 

Sebab kesenjangan yang kian menganga

Adalah tiang keropos bagi daulat bangsa

Keadilan Sosial yang hanya sebatas kata-kata

Menjadi benalu bagi hidup bernegara

 

Bung Karno tak pernah sendiri dalam menggali

Sebab para pendiri bangsa ini

Selalu saling berbagi dalam dada dan jiwa

Selalu saling memberi dalam cinta dan fatwa

 

Jika hari ini kita begitu risau dengan negeri ini

Sudah saatnya kita terus mengaca diri

Siapa yang selalu bekerja

Siapa yang hanya berkata-kata

Siapa yang merelakan jiwa-raganya

Akan tergambar dengan jelasnya

 

Bangsa ini telah mencatat sejarahnya sendiri

Jawa-Bugis-Batak-Dayak dan ratusan suku lainnya

Islam-Kristen-Hindu-Budha dan agama lainnya

Adalah keberkahan hidup yang menjadi Tamansari Nusantara

 

Di bawah kibaran Merah-putih di cakrawala

Garuda selalu perkasa di dalam dada

Bangunlah wahai bangsa satu bendera

Bangkitlah wahai jiwa-raga satu nusa

Masa depan emas Indonesia Raya

Ada di genggaman kita