Analisis: PERANGI SAMPAH PLASTIK Oleh: Prof. Dr. Cahyono Agus

PERANGI SAMPAH PLASTIK

Oleh: Prof. Dr. Cahyono Agus

 

Peringatan Hari Lingkungan Sedunia yang diperingati setiap tanggal 5 Juni, pada tahun 2018 ini bertemakan “Beat Plastic Pollution”, seirama dengan tema Hari Bumi. Ledakan penggunaan plastik dimulai setelah Perang Dunia II, dan sekarang plastik digunakan dalam berbagai macam aspek kehidupan. Mulai dari barang produksi, barang konsumsi, kemasan makanan, botol plastik, asesoris, ponsel, kulkas, pipa, bahan bangunan, mobil maupun bahan pakaian polyester.

Bahan baku plastik adalah bahan alam dan sintetis dari tambang mineral seperti batubara, gas alam, minyak bumi, batu kapur, silika dan belerang yang harus digali dari perut bumi. Juga dari bahan organik yang dapat berasal dari produk pertanian. Plastik tergolong senyawa polimer yang mempunyai struktur dan ikatan kimia yang sangat kuat, dengan serat polimer yang menempel ketat satu dengan lainnya. Penambangan bahan baku plastik yang berlebihan telah memporak-porandakan kondisi bumi kita.

China membuat plastik paling banyak, diikuti oleh Eropa dan Amerika Utara. Industri telah menghasilkan lebih dari 9,1 miliar ton plastik sejak tahun 1950 dan cukup banyak plastik yang tersisa untuk mengubur Manhattan di New York setinggi lebih dari 3,2 kilometer. Saat ini, kita sedang benar-benar menuju planet plastik.

Sampah plastik terbuang dan teronggok dalam alam semesta dan membawa petaka lingkungan dan kehidupan. Plastik tidak rusak seperti bahan buatan manusia lainnya, sehingga tiga perempat produk plastik itu berakhir sebagai limbah di tempat pembuangan sampah, mengotori daratan atau mengambang di lautan, danau dan sungai. Ulah manusia membuat laut kita makin tak sehat. Polusi dan sampah plastik mencemari laut dan membunuh kehidupan di dalamnya. Jika kita tak mengantisipasinya, akan ada lebih banyak plastik dibanding ikan pada tahun 2050.

Sampah plastik di laut menjadi salah satu isu yang mengemuka dalam Konferensi Kelautan PBB di New York. Delegasi Indonesia menegaskan komitmen Indonesia sebagai negara penghasil sampah plastik terbesar dunia kedua, untuk menanggulangi bahaya ini. Indonesia mempunyai target mengurangi sampah plastik sebesar 70% dalam 8 tahun ke depan. Bahaya sampah plastik bukan hanya bagi lingkungan hidup namun juga perekonomian, termasuk kesejahteraan 140 juta rakyat Indonesia yang bergantung pada sistem ekonomi laut dan pesisir. Namun demikian, upaya nyata kearah tersebut relatif tidak terstruktur dan tersistem. Hanya mengandalkan slogan dan seremoni semata, yang tentu saja tidak akan pernah mangkus dan sangkil.

Uni Eropa mengusulkan larangan terhadap produk-produk dari plastik seperti cotton buds, sedotan, pengaduk, dan pegangan balon, apabila pengganti untuk barang-barang itu mudah tersedia. Komisi Eropa mengatakan usulnya itu guna mengurangi separuh sampah laut untuk 10 benda yang paling menonjol dan mencegah kerusakan lingkungan yang diperkirakan lebih dari 250 miliar dolar dalam belasan tahun ke depan.

Para ilmuwan di Inggris dan Amerika Serikat mengatakan mereka telah merekayasa enzim pemakan plastik yang dapat membantu dalam memerangi pencemaran. Enzim ini mampu mencerna polyethylene terephthalate, atau PET – suatu bentuk plastik yang dipatenkan pada tahun 1940-an dan sekarang digunakan dalam jutaan ton botol plastik. Plastik PET dapat bertahan selama ratusan tahun di lingkungan dan saat ini mencemari area luas daratan dan lautan di seluruh dunia.

Kantong plastik banyak digunakan untuk menunjang aktifitas hidup manusia. Sifatnya yang sangat ringan, praktis, kuat, dan kedap air membuatnya menjadi pilihan populer untuk membawa barang belanjaan. Namun pemakaian kantong plastik yang tidak terkendali sangat membahayakan lingkungan dan kehidupan. Bumi membutuhkan waktu puluhan hingga ratusan tahun untuk bisa mengurai sampah-sampah yang terbuat dari plastik.

Perlu kesadaran dan tanggung jawab semua pihak penghuni bumi ini untuk dikontribusinya secara nyata dalam memerangi polusi limbah plastik. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah dan lingkungan terpadu harus dilakukan.

Artikel ini telah diterbitkan pada Harian Kedaulatan Rakyat, hari Rabu 5 Juni 2018 halaman 1

Informasi Penulis:

Prof. Dr. Cahyono Agus

–  Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta

–  Ketua GNI-Berbangsa Wil DIY-Jateng

–  HP: 081 5688 8041

–  Email: acahyono@ugm.ac.id