Analisis: AIR KEHIDUPAN Oleh: Prof. Dr. Cahyono Agus

HARI AIR SEDUNIA telah ditetapkan setiap tanggal 22 Maret setiap tahunnya, pada Sidang Umum PBB ke-47 tanggal 22 Desember 1992 di Rio de Janeiro, Brasil. Momen ini ditujukan sebagai upaya penyadaran tanggung jawab publik akan pentingnya air bersih dan pengelolaan sumber air bersih yang berkelanjutan.
Air adalah senyawa yang sangat penting bagi seluruh makluk hidup, baik itu manusia, hewan maupun tumbuhan, agar dapat tetap melangsungkan kehidupan. Setiap makluk hidup, agar tidak mati, maka perlu makan, minum dan bernafas. Tahan tidak makan dalam hitungan hari, tidak minum dalam beberapa jam, namun tidak bernafas mengambil oksigen hanya dalam hitungan detik. Selama ini, udara dan air relatif tersedia melimpah di bumi ini, sedangkan makanan telah lama menjadi komoditas ekonomi, karena ketersediaanya tidak mampu memenuhi kebutuhan. Manusia sebagai khalifah di bumi ini, justru telah mengakibatkan kualitas air dan udara menjadi kurang mendukung lingkungan dan kehidupan. Jumlah dan waktu ketersediaan air yang tidak sesuai kebutuhan makluk hidup juga telah menjadikan problem lingkungan dan kehidupan yang makin serius, berupa bencana banjir maupun kekeringan.
Menurut United Nations Environment Programme (UNEP), air hanya dapat diketemukan di bumi saja, dan tidak diketemukan di planet lain dalamsistem tata surya kita, sehingga bumi merupakan satu-satunya planet yang memungkinkan adanya kehidupan. Walaupun air meliputi 71% permukaan bumi dengan jumlah kira-kira 1,4 triliun kilometer kubik (330 juta mil³), namun hanya sebagian kecil saja yang dapat benar-benar dimanfaatkan, yaitu kira-kira hanya 0,003%. Sebagian besar air, kira-kira 97%, berada dalam samudera atau laut, dan kadar garamnya terlalu tinggi. Sedangkan 3% lainnya, hampir semuanya, kira-kira 87 persennya, tersimpan dalam lapisan kutub atau sangat dalam di bawah tanah, sehingga tidak bisa dimanfaatkan secara langsung.
Indonesia telah memiliki UU no 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, namun keberadaan air bersih justru semakin langka. Air layak minum yang tadinya bisa diperoleh dengan gratis, sekarang harus diperjual belikan dengan harga semakin mahal. Dengan demikian, air kemasan dengan harga sekitar Rp. 500,- per gelas, justru semakin dibutuhkan dan laku keras di negeri ini. Penurunan jumlah dan mutu air akan mengakibatkan kematian kehidupan makluk hidup yang hanya ada di bumi ini.
Tanah berhutan merupakan instalasi raksasa dalam memproduksi air bersih dunia, karena menjadi pori-pori kulit permukaan bumi. Permadani hijau ini mampu berfungsi sebagai penyaring dan penyimpan dalam siklus air bumi, agar langsung dapat dimanfaatkan oleh seluruh makluk hidup. Degradasi lahan hutan yang merupakan permadani hijau bumi dengan kecepatan 2,8 juta hektar pertahun (setara 3 lapangan bola setiap menit), telah mengakibatkan air kehidupan menjadi semakin bermasalah untuk mendukung keberlanjutan kehidupan. Pori-pori tanah di pemukiman juga telah banyak ditutup dengan lantai beton yang mengakibatkan sebagian besar air hujan akan langsung hilang dari jangkauan makluk hidup menuju laut. Paradigma baru bahwa hutan mempunyai multi fungsi sebagai pengatur air, udara, karbon, oksigen, pangan, pakan, pupuk dsb perlu dikembangkan agar lingkungan dan kehidupan kita tidak semakin rusak.
Badan Kependudukan PBB menetapkan bahwa penduduk dunia telah mencapai 6 miliar jiwa pada tanggal 12 Oktober 1999. Pada tanggal 19 Oktober 2012 pukul 03.36 WIB, jumlah penduduk dunia telah mencapai 7 miliar jiwa, dan diperkirakan akan meningkat menjadi 8,5 miliar pada tahun 2025 sehingga akan semakin didera keterbatasan air bersih. Laju angka kelahiran yang tertinggi justru terjadi tepat di daerah yang sumber-sumber airnya mengalami tekanan paling berat, yaitu di negara-negara berkembang.
Upaya memanen hujan sebagai sumber dari air bersih, dapat dilakukan oleh seluruh individu perorangan/ berkelompok/ pemerintah dengan mengembangkan biopori, sumur resapan, tandon air, embung, telaga, danau, waduk, bendungan, pembukaan pori tanah, penanaman pohon, pembangunan hutan sebagai permadani hijau dalam lapisan kulit bumi. Program Kampus Biru & Sistem Penyediaan Air Bersih (SPAB) UGM serta revitalisasi waduk Jakarta merupakan rujukan alternatif untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas air kehidupan.

Informasi Penulis:
Prof. Dr. Cahyono Agus
– Guru Besar pada Fakultas Kehutanan UGM Jogjakarta
– HP: 081 5688 8041
– Email: acahyono@ugm.ac.id