The Global Carbon Project (GCP) merilis laporan terbarunya bahwa konsentrasi CO2 di udara telah meningkat drastis menjadi 389,6 ppm, yang merupakan nilai tertinggi dalam 800.000 tahun terakhir. Tahun lalu terjadi peningkatan pertumbuhan 2,36 ppm, yang juga merupakan peningkatan tahunan terbesar selama ini. Data terbaru ini menjadi bagian dari pembahasan pada saat pertemuan para pihak (COP) ke 17 dan Kerangka Kerja Konvensi Perubahan Iklim PBB (UNFCCC) di Durban, Afrika Selatan, pada tanggal 28 Nopember – 11 Desember 2011.
Total akumulasi CO2 di udara pada tahun 2010 saja sekitar 5 Pg C (1 Pg = 1 Petagram = 1 Gigaton). Kontributor terbesar dalam emisi absolut global pada tahun 2010 adalah China (2,2 PgC), USA (1,5 PgC), India (0,5 PgC), Rusia (0,3 PgC) dan Jepang (0,3 PgC). Lembaga analisis resiko dari Inggris, Maplecroft, melaporkan 5 negara yang sama sebagai emitor terbesar di dunia, dan total emisi kelima negara tersebut lebih besar dari separuh emisi dunia. Pertumbuhan dan emisi per kapita di negara maju bisa beberapa kali lipat dibanding di negera berkembang. Laju akumulasi CO2 di atmosfer disuplai emisi bahan bakar minyak pada kegiatan manusia dan absorbsi oleh alam (hutan dan samodera).
Kekacauan dan amburadulnya iklim karena pemanasan global telah dirasakan secara nyata dalam kehidupan kita sehari-hari. Adanya siklus hidrologi yang tidak seimbang, pergeseran musim, peningkatan konsentrasi CO2 udara 30% lebih banyak, penurunan kualitas udara dan oksigen, peningkatan suhu udara sebesar 3oC serta kenaikan muka air laut 1 meter lebih tinggi dibanding periode sebelumnya telah mengakibatkan perubahan drastis dan global pada kondisi bumi kita, yang akan berdampak lebih hebat terhadap lingkungan hidup dan kelangsungan makluk hidup semua.
Setiap makluk hidup, agar tetap melangsungkan kehidupannya dan tidak mati, maka perlu makan, minum dan bernafas. Makluk hidup akan mampu bertahan hidup dengan tidak makan sama sekali dalam hitungan hari, mampu bertahan tidak minum selama beberapa jam, namun tidak mampu bertahan tidak bernafas mengambil oksigen hanya dalam hitungan menit. Selama ini, udara dan air relatif tersedia melimpah di bumi ini, sedangkan makanan telah lama menjadi komoditas ekonomi, karena ketersediaanya tidak mampu menandingi kebutuhan manusia. Manusia dijadikan khalifah di bumi ini, justru telah mengakibatkan kualitas air dan udara menjadi kurang mendukung lingkungan dan kehidupan makluk bumi ini. Jumlah dan waktu ketersediaan air yang tidak sesuai kebutuhan makluk hidup juga telah menjadikan problem lingkungan dan kehidupan yang makin serius. Bencara banjir, kekeringan, longsor, angin badai, kelaparan, justru semakin banyak terjadi di muka bumi ini..
Air yang tadinya bisa diperoleh dengan gratis, sekarang harus diperjual belikan dengan harga semakin mahal. Kebutuhan air yang layak untuk minum dan kebutuhan hidup yang lain juga semakin sulit. Kebutuhan udara manusia yang diperoleh secara gratis dari udara ini berkisar 2.880 liter oksigen dan 11.376 liter nitrogen per hari. Kalau harga oksigen di apotek adalah sekitar Rp. 25.000/ ltr dan nitrogen adalah Rp. 9.950/ltr, maka sebenarnya Tuhan telah menyediakan bumi untuk mensubsidi kehidupan kepada kita sebesar Rp. 170 juta/hari/orang.
Upaya penurunan pemanasan global dan kerusakan bumi diharapkan lebih murah dan optimal dengan mengobati paru-paru dunia dibanding mengerem laju industrialisasi. Wilayah tropika yang didukung oleh curah hujan yang tinggi (sekitar 2000 mm/th), temperatur yang otimum (sekitar 28oC), intensitas cahaya yang tinggi secara konstan, menjadikan wilayah kita mempunyai produktivitas biomass tertinggi di dunia, yaitu sekitar 750 gC/m2/th, sehingga mempunyai kemampuan menyerap karbon yang juga tertinggi di dunia. Usikan kecil di wilayah tropika telah mengakibatkan dampak besar bagi bumi ini, baik positif maupun negatif.
Indonesia dilaporkan turut mempunyai andil besar dalam emisi karbon ke udara melalui perubahan lahan hutan. Pembukaan hutan gambut 1 juta hektar di Kalimantan, telah dilaporkan Wetland Internasional, menjadikan Indonesia yang tadinya sebagai emiter ke-21, naik drastis menjadi emiter ketiga di dunia. Upaya moratorium penebangan hutan dan penurunan emisi sebesar 26% telah disampaikan oleh presiden SBY dalam peta jalan Bali 2010. Upacara gerakan penanaman 1 milyar pohon juga sedang dimunculkan dimana-mana, namun nampaknya masih belum cukup. Orientasi proyek dan upacara image building lebih menjadi aroma, sehingga tanaman yang benar-benar tumbuh dan mampu menjadi penyokong kehidupan masih belum ada.
Perlu gerakan “jihad selamatkan bumi” yang membutuhkan komitmen dan tanggung jawab individual yang harus dikontribusikan nyata, yang menghormati hak-hak orang lain, alam dan diversitas, dapat menentukan keputusan yang bertanggung-jawab, dan mampu mengartikulasikan semua itu dalam tindakan nyata dalam penyelamatan bumi ini. Kita bisa berperan besar untuk menanam pohon sebanyak-banyaknya di sekitar kita agar lingkungan kita sendiri juga bisa lebih sejuk, segar, indah dan nyaman.
Previous Post: Analisis: KABINET KERJA Oleh: Prof. Dr. Cahyono Agus