Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengutarakan bahwa di wilayah Indonesia diprediksi mengalami El-nino lemah hingga moderate. Namun, tidak separah El-Nino 1997 sehingga tidak akan memicu kekeringan yang lebih buruk dibandingkan tahun 1997. El-Nino 2014 berpeluang menyebabkan mundurnya awal musim hujan di sebagian wilayah Indonesia, khususnya di kawasan Indonesia Timur, diperkirakan baru mulai awal Desember 2014.
Di lain pihak, BMKG juga merilis pada bulan Oktober 2014 dan terbukti bahwa sebagian wilayah Aceh Jaya, Aceh Barat, Aceh Barat Daya dan Aceh Singkil diprakirakan berpotensi banjir pada tingkat menengah. Selanjutnya potensi banjir Desember 2014 diprakirakan pada tingkat menengah hampir terjadi pada semua kabupaten kota di Aceh, hal ini dikarenakan wilayah Aceh umumnya sudah memasuki musim penghujan hingga puncaknya dibulan Desember 2014.
Krisis air berupa jumlah dan waktu ketersediaan air kehidupan yang tidak sesuai kebutuhan makluk hidup telah terjadi di beberapa daerah di Indonesia, cenderung semakin meningkat dan dapat terjadi pada daerah lainnya. Disamping itu, bencana kekeringan pada musim kemarau dan banjir pada musim hujan telah menjadi kenyataan menyakitkan yang tak terhindarkan. Salah urus oleh manusia sebagai khalifah di bumi ini, justru telah mengakibatkan kuantitas dan kualitas sumber daya air dan udara menjadi problem lingkungan dan kehidupan yang makin serius.
Menurut United Nations Environment Programme (UNEP), air hanya dapat diketemukan di bumi saja, dan tidak diketemukan di planet lain dalam sistem tata surya kita, sehingga bumi merupakan satu-satunya planet yang memungkinkan adanya kehidupan. Walaupun air meliputi 71% permukaan bumi dengan jumlah kira-kira 1,4 triliun km3, namun hanya sebagian kecil (0,003%) saja yang dapat benar-benar dimanfaatkan. Sebagian besar air, berada dalam samudera atau laut, dengan kadar garamnya terlalu tinggi, tersimpan dalam lapisan kutub atau di bawah tanah sangat dalam, sehingga tidak bisa dimanfaatkan secara langsung.
Tanah berhutan merupakan instalasi raksasa dalam memproduksi air bersih dunia, karena menjadi pori-pori kulit permukaan bumi. Permadani hijau ini mampu berfungsi sebagai penyaring dan penyimpan dalam siklus air bumi, agar langsung dapat dimanfaatkan oleh seluruh makluk hidup. Pori-pori alami tanah telah banyak dirusak yang mengakibatkan sebagian besar air hujan akan langsung hilang dari jangkauan makluk hidup. Membuang air hujan secepat-cepatnya langsung ke laut lewat saluran draenasi teknis dan aliran sungai secara sia-sia, harus direvolusi total dengan sistem tabungan air kehidupan dengan konsep drainase ramah lingkungan. Yaitu dengan meresapkan air sebanyak-banyaknya dalam pori-pori tanah di seluruh permukaan bumi, sebagai sumber air kehidupan sepanjang masa, baik musim hujan ataupun kemarau.
Upaya menabung air hujan sebagai sumber air kehidupan dan mitigasi bencana banjir dan kekeringan, dapat dilakukan oleh seluruh individu perorangan/kelompok/lembaga/pemerintah dengan mengembangkan biopori, sumur resapan, tandon air, embung, tanggul, kolam, telaga, situ, danau, waduk, bendungan, modifikasi landscape, pembukaan pori tanah, penanaman pohon, ruang terbuka hijau, pembangunan hutan dan areal konservasi sebagai permadani hijau dalam lapisan kulit bumi.
Bappenas menyatakan bahwa pemerintahan Jokowi berencana membangun sebanyak 50 waduk dengan anggaran Rp. 5-6 triliun. Saat ini ada 261 waduk seukuran waduk Jatiluhur di Indonesia yang mampu menampung 1 miliar kubik air. Waduk tersebut dipergunakan untuk irigasi, industri, air minum, pembangkit listrik dan mendukung lingkungan dan kehidupan yang lebih berkualitas. Pembangunan waduk tersebut untuk memenuhi kebutuhan sebanyak 1975 m3/kapita/tahun, karena kemampuannya saat ini, baru bisa menampung 54 m3/kapita/tahun.
Upaya memanen air hujan dan menabung air kehidupan sudah mendesak untuk dilakukan dengan partisipasi nyata secara sungguh-sungguh dan sepenuhnya oleh setiap individu. Kontribusi nyata oleh seluruh makluk bumi ini sangat penting dalam menanggulangi bencana banjir, kekeringan dan pengelolaan sumber daya air secara terpadu agar terbangun lingkungan dan kehidupan yang bermartabat dan berkelanjutan.
Informasi Penulis:
Prof. Dr. Cahyono Agus
– Guru Besar pada Fakultas Kehutanan UGM Jogjakarta
– HP: 081 5688 8041
– Email: acahyono@ugm.ac.id