Planet biru kita terdiri atas samudera biru seluas 72%, dan langit biru lebih dari 95%. Mestinya, harus juga didukung oleh bumi biru, sebuah bumi hijau asri yang mampu mendukung terciptanya langit dan laut biru. Jagad bumi biru rahayu merupakan satu-satunya planet kecil dalam sistem tata-surya kita, sebagai tempat hidup bagi seluruh makhuk hidup, baik manusia, hewan dan tumbuhan. Awal kehidupan di bumi ini dimulai dari samudera dan berlanjut mendukung seluruh kehidupan melalui produksi oksigen, penyerapan karbon dioksida, siklus hara serta pengaturan iklim global dan temperatur.
Ekonomi merah yang berorientasi nilai ekonomi semata, telah mengakibatkan kerusakan lingkungan dan kehidupan. Ekonomi hijau yang berorientasi pada nilai lingkungan, telah memproduksi produk yang baik bagi tubuh dan lingkungan meskipun mahal, karena produksi intensif yang murah dianggap berbahaya. Padahal ternyata disamping mahal, juga berbahaya. Konsep ekonomi biru dikembangkan oleh Gunter Pauli dari ZERI Foundation pada tahun 2009, melalui percepatan proses siklus alami dengan pemberdayaan sumber daya lahan (tanah, air, mineral), hayati (tumbuhan, binatang, manusia) dan lingkungan agar mempunyai nilai tambah ekonomi, lingkungan, sosial budaya, teknologi, pengelolaan berkelanjutan. Ekonomi biru menawarkan efisiensi investasi, peningkatan inovasi, peningkatan dana, penciptaan lapangan kerja, pembangunan modal sosial, stimulasi kewirausahaan. Dilakukan dengan pemanfaatan sampah dan barang terbengkelai, menjadi makanan, energi dan pekerjaan, sehingga mengubah kemiskinan menjadi pembangunan berkelanjutan, dan kelangkaan menjadi ketersediaan.
Ekonomi Biru telah memberikan kesempatan kreatif dan inovatif baru yang berkelanjutan, bersih dan bermartabat. Program Pembangunan Berkelanjutan PBB setidaknya mencatat peluang ekonomi biru ini pada perdagangan laut, perikanan laut, pariwisata, aquakultur, energi, bioteknologi dan pertambangan laut dalam.
Sekitar 70-80% dari volume dan nilai perdagangan global, dikontribusikan dari laut. Secara global, 90% dari 350 juta pekerjaan perikanan laut adalah nelayan negara-negara berkembang, dengan nilai ikan mencapai US$ 25 miliar. Pariwisata laut internasional telah berkembang dari 25 juta pada tahun 1950, perkiraan menjadi 1,8 miliar untuk 2030. Akuakultur diproyeksikan untuk segera melampaui perikanan tangkap sebagai penyedia utama protein, yang. meningkat dari 27 menjadi 118 juta ton pada periode 1960-2009.
Pada tahun 2009 ladang minyak lepas pantai menyumbang 32% dari produksi minyak mentah di seluruh dunia. Pasar global produk bioteknologi kelautan mencapai US$ 2,8 miliar dan diproyeksikan US$ 4,6 miliar pada 2017. Bioteknologi kelautan memiliki potensi untuk mengatasi tantangan global seperti persediaan makanan, kesehatan manusia, keamanan energi dan perbaikan lingkungan yang berkelanjutan. Dunia juga bersiap-siap untuk eksplorasi dan eksploitasi kandungan mineral pada dan di bawah dasar laut, karena sangat penting dalam industri perangkat keras TIK terbaru dan teknologi energi terbarukan. Harganya pun meningkat drastis.
Presiden Jokowi berjanji memberi perhatian yang lebih pada bidang kemaritiman, sehingga samudra, laut, selat dan teluk menjadi masa depan peradaban kita. Meskipun seorang rimbawan, akan menjadikan poros maritim dunia. Akan ada lima program utama, yakni (i) memperkuat budaya maritim nasional yang hilang oleh budaya agraris, (ii) meletakkan nelayan sebagai pilar kedaulatan pangan nasional, (iii) membangun infrastruktur maritim atau tol laut, sebagai integrated maritime national system, (iv) melaksanakan keamanan laut terintegrasi, (v) menjadikan posisi geografis Indonesia yang strategis diantara dua samudera, menjadi kekuatan diplomasi.
Revitalisasi Kampus Biru UGM dan program Maritim Presiden Jokowi mestinya dapat menjadi inisial revolusi biru agar segera terbangun lingkungan dan kehidupan yang lebih bermartabat dan berkelanjutan. Sudah saatnya revolusi hijau digantikan dengan revolusi biru, bukan hanya untuk Indonesia, namun juga menjadi rujukan dunia.
Informasi Penulis:
Prof. Dr. Cahyono Agus
– Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Kepala KP4 UGM Yogyakarta
– HP: 081 5688 8041
– Email: acahyono@ugm.ac.id
web: http://acahyono.staff.ugm.ac.id/