Analisis: Tragedi Air Kemasan. Oleh Prof. Dr. Cahyono Agus

Mahkamah Konstitusi telah membatalkan UU No 7/2004 tentang Sumber Daya Air pada pertengahan Februari 2015 lalu, dan memberlakukan kembali UU No 11/1974 tentang Pengairan. Untuk memastikan pemanfaatan sebesar-besarnya bagi masyarakat umum sesuai dengan UUD 1945. Bukan lagi berorientasi untuk privatisasi dan komersialisasi, sehingga swasta tak lagi leluasa untuk menguasai bisnis air. Karena sesungguhnya, Hak Asasi Manusia (HAM) atas air dan sanitasi, sudah dideklarasikan PBB pada Juli 2010.
Air merupakan sumber kehidupan vital bagi seluruh makluk hidup di bumi ini. Bahkan, hakekat air adalah kehidupan itu sendiri. Tanpa air, makluk hidup akan mati. Menurut United Nations Environment Programme (UNEP), meskipun jumlah air di bumi adalah kira-kira 1,4 triliun km3, namun hanya sebagian kecil (0,003%) pada lapisan permukaan bumi saja yang dapat benar-benar dimanfaatkan. Sebagian besar air, berada dalam samudera, lapisan kutub atau di bawah tanah sangat dalam, sehingga tidak bisa dimanfaatkan secara langsung.
Isu krisis air bersih di Indonesia semakin kuat. Menurut KRuHA, terdapat 50 ribu anak meninggal setiap tahunnya di Indonesia karena kurang air dan sanitasi. Bank Dunia meramalkan pada tahun 2025, dua-pertiga populasi bumi akan mengalami kesulitan air bersih. Padahal, air bersih sebenarnya telah disediakan gratis di permukaan bumi ini, namun justru telah dicemari sendiri oleh ulah manusia. Untuk mengambil air bersih sebenarnya tidak perlu bersusah-payah seperti eksploitasi minyak bumi di perut bumi. Pori-pori tanah berhutan merupakan instalasi raksasa dalam memproduksi air bersih dunia. Permadani hijau ini mampu berfungsi sebagai penyaring dan penyimpan dalam siklus air bumi. Manusia modern justru telah merusak pori-pori alami tanah bumi sehingga siklus air bumi terkacaukan dari jangkauan makluk hidup.
Komersialisasi terhadap air dalam bentuk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) telah menjadi problem tersendiri disamping privatisasi air. Namun faktanya kini eksploitasi SDA di negeri ini sudah dikuasai perusahaan asing, paling sedikit tumbuh 11%-12% per-tahun. Masyarakat terlena “propaganda kebutuhan” tentang AMDK dalam berkompetisi dengan musuh utamanya, yaitu hak dasar manusia terhadap akses air minum yang bersih dan aman. Melalui strategi inti yang cukup jitu, berupa: ditakuti, digoda dan dibodohi. Ditakuti bahwa air sumur dan kran itu kotor, dan pilihan terbaik adalah air kemasan. Banyak sumber air tercemar oleh industri, termasuk industri air kemasan. Dan orang-orang industri ini dengan senang hati menawarkan solusi mahal yang membuat kita bergantung pada produk mereka. Digoda dengan ikon sumber mata air ramah lingkungan yang berasal dari pegunungan yang hijau dan alam yang asri, yang ternyata sebagian justru berasal dari daur ulang air kotor. Juga dibodohi dengan produksi dan pengangkutan botol plastik air kemasan, yang sangat boros energi, meski hanya untuk diminum dalam 2 menit. Serta menghasilkan sampah plastik yang tak terdekomposisi dalam ribuan tahun, gas bakar racun polusi udara, dan pegunungan sampah hasil down-cycle & pembenaman. Iklan indah tentang sumber air pegunungan ternyata hanya menghasilkan gunung sampah.
Pemerintah perlu segera menyusun UU SDA yang baru dengan benar-benar memperhatikan 6 pembatasan MK terkait pengusahaan air di Indonesia, yaitu: memperhatikan hak rakyat atas air; pemenuhan negara; kelestarian lingkungan hidup; pengendalian oleh negara; prioritas utama bagi BUMN/BUMD; dan pemberian izin ketat.
Perlu tanggung jawab bersama dan konstribusi nyata oleh seluruh makluk bumi ini dalam memelihara sumber air kehidupan bagi semua. Manusia sebagai khalifah bumi harus mampu menjaga kuantitas, kualitas dan kontinyuitas air kehidupan yang baik bagi lingkungan dan kehidupan yang bermartabat dan berkelanjutan. Kita harus mampu memilih untuk menciptakan kebutuhan kita sendiri, air bersih dan sehat untuk semua, bukan oleh propaganda sesat yang merugikan kita sendiri. Lindungi dompet, kesehatan dan planet kita.

Informasi Penulis:
Prof. Dr. Cahyono Agus
– Guru Besar pada Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta
– Kepala KP4 UGM Yogyakarta
– HP: 081 5688 8041
– Email: acahyono@ugm.ac.id
web: http://acahyono.staff.ugm.ac.id/